Skip to main content

Posts

Showing posts from 2017

Psychopath [Chapter Seven]

Awan kelabu berarak satu sama lain. Gulita menggantung di atas langit, seakan enggan untuk beranjak dari sana. Tidak terlihat lagi siluet senja di sore hari nan menawan. Hujan rintik-rintik turun membasahi bumi, seakan menyampaikan bela sungkawa darinya. Suasana yang muram menyelimuti proses pemakaman Disty. Setelah menjalani proses autopsi dan segala macam, ia dimakamkan pada hari itu juga. Sesuai kesepakatan keluarga, ia dimakamkan di taman pemakaman umum. Memang, pada awalnya kedua orang tuanya berniat menguburkannya di makam keluarga. Namun, akhirnya mereka memutuskan untuk memakamkan Disty disana agar ia tidak merasa 'sendirian'. "Gue turut berduka cita ya, Nara," Rafael berbisik pada Kinara. Kinara tetap menunduk, menyembunyikan paras cantiknya yang kini dibanjiri air mata. Baru kali ini ia merasakan kehilangan seorang sahabat untuk selama-lamanya. Tidak pernah sekalipun terlintas di benaknya bahwa Disty akan meninggalkannya untuk selama-...

Psychopath [Chapter Six]

Berita mengenai hilangnya Disty sudah tersiar di seluruh penjuru kota. Pihak kepolisian terus menerus menelusuri kasus ini sepanjang hari. Namun, sama sekali tidak ada titik terang mengenai kasus penculikan ini. Hari ini, genap sebelas hari berlalu sejak Disty hilang. Beberapa orang mulai menaruh curiga terhadap Luna. Pasalnya, Luna baru terdaftar sebagai murid di High School Academy pada hari yang sama dengan penculikan Disty. "Oh, come on !" teriak Kanaya frustasi, "Mana mungkin Luna yang menculik Disty? Jelas - jelas waktu itu dia lagi bareng sama Kinara dan Angela!" Rafael dan Zafran termenung di kursinya, " Well , kalau dia nyuruh orang buat ngelakuin itu? Memangnya lo pikir itu nggak mungkin?" Kanaya memainkan jarinya di meja, "Coba lo jadi Luna, deh. Andai kata lo punya dendam ke Disty. Terus lo mau balas dendam dengan cara menculik dia. Memangnya lo bakal pilih hari pertama lo ketemu Disty buat balas dendam? Jelas nggak kan...

Psychopath [Chapter Five]

Setelah memberitahukan hal ini kepada Pak Ujang – satpam sekolah – mereka memutuskan untuk melapor kepada petugas kepolisian. Tempat kejadian perkara pun digeledah hari itu juga. Polisi sama sekali belum menyimpulkan bahwa ini merupakan kasus penting. Mereka memang sama curiganya dengan Zafran dan Kanaya, namun mereka belum berani mengambil kesimpulan. Bisa jadi ini hanya masalah biasa. Mereka semua masih berpikir positif terhadap semua yang terjadi. Mungkin saja itu kaca itu pecah karena bola kasti. Namun, berita buruk baru terdengar keesokan harinya. Disty hilang! Tas dan beberapa barang miliknya ditemukan berada tak jauh dari gudang. Polisi kembali datang, dan mengamankan gudang tersebut. Kinara, Luna, Angela, Zafran dan Kanaya pun dipanggil untuk memberi kesaksian di kantor polisi setempat. Menurut Kinara, ia terakhir kali melihat gadis itu ketika ia meminta izin untuk pergi ke toilet. Awalnya, ia sama sekali tak curiga. Setengah jam nyaris berlalu, namu...

Psychopath [Chapter Four]

Praaaang....! Kanaya dan Zafran  langsung saja bangkit dari kursi, saling berpandangan satu sama lain,  mengisyaratkan bahaya. Keduanya mengangguk, dan segera berlari keluar  dari kelas mereka. Mereka tidak bodoh, dan mereka jelas mengetahui bahwa  suara tersebut adalah tanda bahaya. Koridor begitu sepi. Tidak ada seorangpun yang melintas disana. Maklum saja, ini hari Senin. Tidak ada ekstra kulikuler apapun yang diadakan pada hari ini. Biasanya, kegiatan tersebut dilakukan pada hari Rabu. Zafran dan Kanaya menyapukan pandangan ke sekeliling, menerka dari mana suara tersebut berasal, "Kayaknya dari situ, Nay!" Zafran menunjuk ke arah timur, jalur yang menuju ke arah ruang gudang sekolah. Mereka mempercepat langkah kaki, berlari sekuat mungkin menuju gudang sekolah. Tepat dugaan, pintu gudang tersebut berada dalam keadaan setengah terbuka. Gembok besi yang biasa digunakan untuk mengunci ruangan tersebut juga telah dirusak. Mereka berdua kembal...

Psychopath [Chapter Three]

"Belum pulang, Naya?" Zafran yang baru kembali ke kelas setelah rapat osis mengernyitkan keningnya heran. Pasalnya, sahabatnya yang satu ini masih berada di kelas, tengah asyik menulis di jurnalnya. Kanaya mengetuk - ngetukkan pensilnya ke meja, "Pertanyaan gak penting. Kalo gue udah pulang, terus ngapaian gue disini? Jelas gue belum pulang, lah!" Zafran tertawa kecil. Mulai lagi. Ini bukan pertama kalinya Kanaya lebih memilih berdiam diri di sekolah ketimbang di rumah. Ia sering kali kesal dengan perilaku kedua orang tuanya yang lebih memperhatikan Kinara dibanding dirinya. "Kenapa? Tengkar lagi sama Kinara?" Zafran melangkah mendekati Kanaya. Serta merta pensil di tangannya melayang ke bahu kiri Zafran, "Sembarangan!" "Aduh," ringisnya. Tenaga sahabatnya yang satu ini memang sebelas dua belas dengan kuli bangunan, "Terus kenapa? Sarap lo! Gue nanya baik baik malah lo pukul!" "Ya lo sih pake nuduh ...

Psychopath [Chapter Two]

"Rhea itu temen masa kecil gue sama Zafran, Naya. Kayak yang udah gue bilang waktu itu, sejak lahir gue sama Zafran tinggal di Kalgoorlie, Australia Barat. Daerah disana cukup terpencil, memang. Penduduknya nggak terlalu padat. Gue dibesarkan di sebuah rumah yang berada di daerah persawahan, bareng Zafran sama Rhea.  "Rhea sebenernya sepupu gue. Umurnya selisih satu tahun sama gue dan Zafran. Dia baru tinggal bareng gue waktu kedua orang tuanya meninggal karena kebakaran. Cuma dia yang selamat dari kebakaran itu. Ayahnya, ibunya, dua kakaknya, semuanya meninggal terbakar. Jasad mereka bahkan hampir nggak ditemukan. Waktu itu umurnya baru lima tahun. "Rhea datang dari keluarga yang kaya. Ayahnya - paman gue - pengusaha pertambangan yang terkenal. Tajir banget malah," tutur Rafael.  "Wait, seingatku Kalgoorlie itu daerah pertambangan. Jadi, bokap kalian berdua juga bergerak di bidang yang sama? Pertambangan?" potong Kanaya.  Ra...

Psychopath [Chapter One]

Rafael terbangun. Setetes air jatuh ke pipi kanannya. Ia menengadah, mencari tahu dari mana air itu berasal. Sedetik kemudian senyumnya mengembang begitu menyadari bahwa cairan yang membasahi pipinya itu berasal dari embun dedaunan.   Ia menyapukan pandangannya ke sekeliling. Hamparan rumput yang hijau seakan menyilaukan mata. Hanya padang rumput yang terlihat sejauh mata memandang. Dan Rafael langsung saja mengenalinya sebagai kampung halamannya.  Matanya terus menyapu pemandangan di hadapannya, hingga terfokus kepada sesosok gadis yang tengah berdiri di antara rerumputan. Rupanya tak terlalu jelas, namun Rafael tetap mengenalinya.  "Rhea!" seru Rafael. Ia bangkit, menepuk - nepuk celananya yang kotor, dan segera berlari menyusulnya.  Sosok Rhea yang mematung justru berlari menjauhi Rafael. Tak mau menyerah, Rafael terus mengejarnya. Entah mengapa ia sama sekali tak merasa lelah. Seakan tubuhnya seringan kapas. Namun usahanya sia - si...

Dalam Bingkai Sejarah

(Juara 2 Lomba Menulis Cerpen Forum Lingkar Pena tingkat Jawa Timur tahun 2017) Tuhan memang benar - benar tahu bagaimana cara yang tepat untuk 'menghukum' kita. Namun jika ini memang hukuman darinya, mengapa harus sekejam ini? Mengapa Dia begitu tega membuat semua ini seolah - olah nyata terjadi? Sosok di hadapanku itu tersenyum lembut. Ekspresinya tentu sangat kontras denganku yang balas menatapnya dengan perasaan bercampur aduk. Aku senang, tentu saja. Namun tak pelak lagi, rasa takut juga kian menyelimuti hatiku. Bagaimana jika ini semua hanya mimpi? Seperti yang sudah - sudah? Dia berjalan mendekatiku. Kedua lengan kekarnya yang dibalut jubah panjang merentang, seakan ingin mendekapku. Sungguh, aku sangat merindukan pelukannya. Pelukan hangat yang menentramkan hatiku. Sudah lama sekali aku tidak pernah 'berpulang' ke dalam pelukannya. Sosok itu semakin dekat. Indra penciumanku dengan jelas menangkap wangi tubuhnya. Demi Tuhan, aku ingin menghambur dan m...

Promo Menarik Hari Ini