Setelah memberitahukan
hal ini kepada Pak Ujang – satpam sekolah – mereka memutuskan untuk
melapor kepada petugas kepolisian. Tempat kejadian perkara pun digeledah
hari itu juga.
Polisi sama sekali belum
menyimpulkan bahwa ini merupakan kasus penting. Mereka memang sama
curiganya dengan Zafran dan Kanaya, namun mereka belum berani mengambil
kesimpulan. Bisa jadi ini hanya masalah biasa.
Mereka semua masih
berpikir positif terhadap semua yang terjadi. Mungkin saja itu kaca itu
pecah karena bola kasti. Namun, berita buruk baru terdengar keesokan
harinya.
Disty hilang!
Tas dan beberapa barang
miliknya ditemukan berada tak jauh dari gudang. Polisi kembali datang,
dan mengamankan gudang tersebut. Kinara, Luna, Angela, Zafran dan Kanaya
pun dipanggil untuk memberi kesaksian di kantor polisi setempat.
Menurut Kinara, ia
terakhir kali melihat gadis itu ketika ia meminta izin untuk pergi ke
toilet. Awalnya, ia sama sekali tak curiga.
Setengah jam nyaris
berlalu, namun Disty tak kunjung muncul juga. Kinara, Luna, dan Angela,
memutuskan untuk menacari Disty. Siang itu memang hanya mereka berempat
yang berkumpul. Clara dan Calya sudah pulang terlebih dahulu.
Rupanya usaha pencarian
mereka sia – sia. Disty sama sekali tidak terlihat. Menyerah, ketiganya
pun berpikir bahwa Disty sudah pulang terlebih dahulu, meninggalkan
mereka. Lagi pula, ketika ke toilet Disty membawa semua barang –
barangnya. Besar kemungkinan bahwa ia sudah pulang.
Kinara, Luna dan Angela
pun memutuskan untuk pulang karena hari sudah semakin sore. Luna dan
Angela terlebih dahulu pulang. Sedangkan Kinara yang sudah berjanji
untuk pulang bersama Kanaya segera pergi ke kelas Kanaya.
Ia menemukan kelas itu
berada dalam keadaan kosong. Semua bangkunya sudah dinaikkan, kecuali
dua bangku yang terletak di tengah ruangan. Kinara menyimpulkan bahwa
itu adalah bangku milik saudara kembarnya.
Kinara baru menaruh rasa
curiga ketika ia menyadari bahwa kedua bangku tersebut berada dalam
posisi yang acak-acakan. Kanaya pasti baru saja meninggalkan bangkunya
dengan tergesa – gesa.
"Ketika kamu mencari
Disty, apakah kamu mencarinya ke seluruh sekolah?" tanya seorang petugas
polisi – yang diketahui bernama Pak Anto – kepada Kinara.
"Ya," jawabnya tanpa ragu, "Kami bertiga sudah mencarinya kemana-mana. Namun, kami tidak berhasil menemukan Disty."
"Lalu apakah kamu tidak
melihat pintu gudang yang terbuka?" tanya Pak Anto lagi, "Kalau kamu
mencarinya ke seluruh sudut sekolah, seharusnya kamu melihat pintu
gudang yang terbuka."
"Memang," angguknya,
"Saya pikir itu hanya petugas kebersihan yang sedang membersihkan
gudang, jadi saya sama sekali tidak curiga."
"Oke, lanjutkan."
"Setelah saya sampai di
kelas Kanaya, saya memutuskan untuk menunggu disana. Saya pikir ia
sedang pergi ke toilet atau ke kantin. Jadi, saya mengeluarkan novel
saya dan membaca di kelas itu.
"Ketika saya sudah
membaca beberapa halaman, saya mendengar suara langkah kaki di koridor.
Saya menengok dan mendapati Kanaya dan Zafran tengah berlari menuju
keluar sekolah. Saya mencoba untuk memanggil mereka, namun mereka terus
berlari.
"Lalu saya mengejar
mereka hingga ke pos satpam. Mereka terkejut dengan kehadiran saya, dan
menanyakan beberapa hal terkait peristiwa tersebut. Setelah polisi
datang, kami langsung menuju gudang dan menggeledah ruangan. Kira – kira
begitu kejadiannya," tuturnya.
"Dimana kalian berempat berkumpul saat itu? Apa kalian tidak mendengar suara kaca yang pecah?"
"Tidak," jawab Kinara,
"Kami ada di kantin sekolah saat itu. Jaraknya lumayan jauh dari gudang.
Kami sama sekali tidak mendengarnya."
Pak Anto
mengetuk-ngetukkan bulpoinnya ke meja, "Dan terakhir kali kalian
melihatnya adalah saat Disty pergi ke toilet dengan membawa barang-
barangnya?"
"Benar," ucap Kinara,
"Saya rasa ia sudah merencanakan untuk bertemu dengan orang itu. Kalau
ia benar-benar ke toilet, seharusnya ia meninggalkan barang-barangnya.
Lagi pula, saat saya pergi ke kamar mandi untuk mencarinya, saya bertemu
dengan seorang petugas kebersihan dan menanyakan keberadaan Disty.
"Petugas kebersihan itu
berkata bahwa ia memang melihat Disty beberapa saat sebelumnya, namun ia
hanya mampir ke toilet sebentar, kemudian kembali berjalan menuju
koridor yang sepi. Begitu menurutnya," tuturnya.
"Bagaimana dengan kamera
pengintai dan CCTV? Bukankah ada beberapa yang terpasang di sekolah
kalian? Apa rekaman tersebut sudah diperiksa?"
Kinara mengangguk,
"Sudah. Semuanya terbukti benar. Disty memang pergi ke toilet sebentar,
namun setelahnya ia langsung pergi ke gudang. Dan lagi, rekaman itu
menunjukkan bahwa ialah yang merusak kunci gudang dan membukanya."
"Baiklah, terima kasih
atas keteranganmu," Pak Anto berdiri dari meja kerjanya, dan merapikan
laporan yang baru saja ditulisnya, "Semoga ini bisa membantu kami untuk
menemukan temanmu itu. Saya turut prihatin."
"Kabari saya jika ada kemajuan," Kinara dan kedua temannya bangkit berdiri dari kursinya.
***
"Menurut lo, apa yang
terjadi sama Disty?" tanya Kanaya kepada saudara kembarnya. Kini mereka
berdua sedang berada di kafe favorit mereka, mencoba untuk menenangkan
hati dan pikiran mereka.
Kinara mengaduk caramel machiato miliknya, "Dia orang kaya," ujarnya pelan, "Penculiknya pasti minta uang tebusan."
"Tapi kalau misalnya itu bener terjadi, kenapa sampai sekarang belum ada pesan dari penculiknya?" tanya Kanaya.
"Entahlah," Kinara mengangkat bahunya, "Mungkin dia cari waktu yang tepat."
"Tapi kalau ini
penculikan biasa, normalnya si penculik sudah telepon, kirim surat, atau
kasih kabar kalau dia mau uang tebusan. Ini bukan penculikan biasa!"
seru Kanaya.
Kinara memelototinya,
membuat Kanaya sedikit meringis. Bahkan mereka berdua tak perlu melihat
ke sekitar untuk mengetahui bahwa mereka baru saja menjadi pusat
perhatian seluruh pengunjung kafe.
"Terus kalau bukan penculikan biasa, menurut lo ini apa? Apa motifnya?" Kinara meletakkan kepalanya di atas meja, lelah.
"Tadi lo bilang, kalau
dia sengaja pergi ke gudang dan ngerusakin gemboknya, kan? Dia pasti
kesana buat ketemu sama seseorang. Kalau gitu, itu artinya dia kenal
sama orang yang nyuruh dia buat ke gudang, kan? Dia jelas nggak mungkin
mau kalau ada orang asing yang ajak dia ketemuan kayak gitu. Apalagi di
gudang sekolah.
"Jadi gue rasa, ini berhubungan sama dendam," ujar Kanaya. Terlalu sering menonton Criminal Minds, Detektif Conan, Sherlock Holmes, dan Crime Scene Investigation membuat dirinya menjadi lebih terlatih untuk menghadapi kasus seperti ini.
Kanaya memainkan jemarinya di meja, "Sori banget gue harus ngomong ini, tapi menurut gue... kalian berenam udah keterlaluan."
Kinara menatap Kanaya
sayu, matanya yang biasanya cemerlang kini kelihatan redup, "Gue tahu,"
lirihnya, "Banyak orang yang nggak suka sama kita berenam. Penculiknya
bisa berarti siapa aja.
"Oke, gue tahu selama
ini kita memang udah keterlaluan. Tapi, lo sendiri tahu Disty kan? Dia
cewek baik-baik. Dia yang paling baik di antara kita berenam. Bahkan
kalau dibandingkan sama Luna yang baru gabung, Disty jauh lebih kalem,"
tukasnya.
"Iya, gue ngerti... Yang bisa kita kerjakan cuma berdoa semoga Disty baik-baik aja, kan?" ujar Kanaya.
"Nay.." Kinara mengangkat kepalanya dari meja. Ia menatap lurus ke bola mata Kanaya.
"Ya? What's wrong?" Kanaya bersumpah ia melihat sekelebat kilatan aneh di mata saudara kembarnya itu.
"Bantu gue memperbaiki diri..." ucapnya pelan, "Gue... ngerasa nggak tenang gara-gara kejadian ini, Naya. Gue takut."
Kanaya meraih tangan Kinara, dan menggenggamnya, "Semuanya bakal baik-baik aja, kok. Percaya sama gue."
Comments
Post a Comment