"Belum pulang,
Naya?" Zafran yang baru kembali ke kelas setelah rapat osis
mengernyitkan keningnya heran. Pasalnya, sahabatnya yang satu ini masih
berada di kelas, tengah asyik menulis di jurnalnya.
Kanaya mengetuk
- ngetukkan pensilnya ke meja, "Pertanyaan gak penting. Kalo gue udah
pulang, terus ngapaian gue disini? Jelas gue belum pulang, lah!"
Zafran tertawa kecil.
Mulai lagi. Ini bukan pertama kalinya Kanaya lebih memilih berdiam diri
di sekolah ketimbang di rumah. Ia sering kali kesal dengan perilaku
kedua orang tuanya yang lebih memperhatikan Kinara dibanding dirinya.
"Kenapa? Tengkar lagi sama Kinara?" Zafran melangkah mendekati Kanaya.
Serta merta pensil di tangannya melayang ke bahu kiri Zafran, "Sembarangan!"
"Aduh," ringisnya.
Tenaga sahabatnya yang satu ini memang sebelas dua belas dengan kuli
bangunan, "Terus kenapa? Sarap lo! Gue nanya baik baik malah lo pukul!"
"Ya lo sih pake nuduh yang aneh - aneh segala! Kan jadi sebel gue!" balasnya sengit.
Zafran menghela napas
lelah, "Oke, oke! Lo disini ngapain?" tanyanya perlahan. Mungkin Kanaya
sedang kedatangan tamu bulanannya, sehingga sifatnya menjadi pemarah dan
tidak sabaran seperti ini.
"Nungguin Kinara! Dari
tadi belum kelar - kelar," balasnya singkat, tanpa menoleh ke arah
Zafran. Oke, Zafran salah. Koreksi, kapanpun dan dimanapun, Kanaya
selalu pemarah dan tidak sabaran.
"Ngapain lo pakai tunggu
- tunggu dia segala? Emangnya dia anak kecil?" ujar Zafran datar, namun
tetap saja tak bisa menyembunyikan kesan sinis yang tertangkap dari
nada suaranya barusan.
Kanaya melongokkan
kepalanya ke arah Zafran, "Iya, iya. Gue ngerti dia itu mantan lo! Tapi
jangan sensi gitu, dong! Mantan itu juga harus akur!"
Oke, oke, yang satu ini
benar adanya. Zafran memang merupakan mantan kekasih Kinara. Mereka
sempat berpacaran selama kurang lebih dua bulan. Namun, hubungan itu
harus kandas karena Kinara lebih memilih Julian - teman sekelasnya.
Kinara dan Kanaya memang
benar - benar berbeda. Tidak seperti pasangan anak kembar yang lain,
sifat keduanya justru begitu bertolak belakang. Kinara lemah lembut,
cantik, dan ramah kepada siapa saja.
Berbeda dengan Kanaya
yang memiliki otak superior, Kinara justru cenderung biasa - biasa saja.
Bahkan, ia pernah terseret ke peringkat lima besar dari bawah di
kelasnya. Satu satunya hal yang bisa dibanggakan darinya hanyalah
parasnya.
Walaupun mereka kembar
identik, banyak orang yang berkata bahwa Kinara jauh lebih cantik
dibanding Kanaya. Wajah mereka memang sama persis, namun karena Kanaya
cenderung malas merawat diri, jadilah Kinara yang lebih bersinar
daripada kembarannya.
Sejak kecil, mereka
berdua tidak pernah terlihat akur. Selalu saja ada pertengkaran yang
meletus di antara mereka berdua. Namun, seluruh dunia pun mengetahui
bahwa mereka berdua saling menyayangi.
Zafran nyaris saja
melayangkan tamparannya pada Kanaya jika saja perempuan itu tidak
menyelanya, "Cowok sejati itu nggak pernah mukul cewek!"
"Urusan gue! Memangnya lo cewek gitu? Tingkah lo aja udah kayak preman!" balasnya tak kalah sengit.
"Sembarangan!" serunya, "Tadi lo bilang gue kuli, sekarang preman! Gak konsisten lo, ah!" rutuknya.
Zafran mengangkat kedua
bahunya, mengalah. Berdebat dengan Kanaya memang tidak akan pernah
selesai jika lawan bicaranya tidak mengalah terlebih dahulu. Pasrah,
Zafran melangkah menuju bangku di depan Kanaya dan menghempaskan
badannya disana.
"Omong - omong, ada anak baru ya di kelas Kinara?" Zafran bertanya dengan tatapan menerawang.
"Ho-oh. Namanya Luna. Dia masuk The Survivors juga kayaknya," urainya.
Zafran mengerutkan keningnya, "Hah? Apaan The Survivors?"
"Ah, itu lho! Geng-nya Kinara! Yang biasanya kita sebut cewek - cewek barbar itu. Geng yang isinya anak - anak famous di sekolah. Ada Angela, Kinara, Disty, Claire, Calya, sama ketambahan lagi si anak baru, Luna," sebutnya.
Zafran mengangguk - angguk paham, "Oh... baru ngerti gue kalo mereka ada namanya. By the way, namanya aneh banget?"
Baik Kanaya maupun
Zafran sama - sama melepaskan tawanya. Mereka bertiga memang tak begitu
suka dengan geng tersebut. Selama ini bahkan mereka selalu menyebutnya,
"Geng cewek barbar."
"Ngawur lo! Gimana kalau
salah satu dari mereka denger? Bisa bahaya nasib kita!" ujar Kanaya sok
serius, namun tetap saja tak bisa menghapus jejak gurau di wajahnya.
"Lagian lo juga! Salah
satu anggota geng itu kan kembaran lo sendiri! Aneh banget kan kalo lo
bisa nggak suka?" Zafran justru bertanya balik.
"Lo inget waktu gue nyamar jadi Kinara waktu dia sakit nggak?" lagi - lagi, pertanyaan hanya dibalas dengan pertanyaan.
Zafran tertawa lebih
keras. Tentu saja mereka bertiga tidak pernah melupakan hari itu! Saat
Kinara diharuskan untuk dirawat di rumah sakit karena penyakit usus
buntunya, Kanaya justru iseng - iseng menyamar menjadi Kinara.
Kanaya meniru penampilan
Kinara, memakai peralatan sekolah Kinara, bergaul dengan teman teman
Kinara, dan melakukan apapun yang membuatnya jadi kian mirip dengan
saudara kembarnya tersebut. Bahkan, ia sengaja memakai hairclip dan soflens milik Kinara.
Namun sayangnya,
penyamaran Kanaya berujung neraka. Memang, tidak ada yang menyadari
penyamarannya. Namun, ia sendiri merasa tak nyaman berada dalam dunia
yang diciptakan saudara kembarnya. Ternyata, dunia Kinara benar - benar
bukan untuknya. Kanaya merasa kapok mencoba untuk menjadi Kinara lagi.
"Jelas inget lah! Siapa juga yang mau lupa tentang hal itu!" Zafran kembali menyambung tawanya.
"Nah, ini gue sekalian
jawab pertanyaan lo barusan ya. Waktu gue nyamar jadi Kinara waktu itu,
gue jadi tahu kebiasaan - kebiasaan mereka. Bener - bener gila pokoknya.
Istilahnya sih, keterlaluan.
"Sebelum gue pura - pura
jadi Kinara, sebenernya gue sama sekali nggak punya rasa benci ke
mereka, beneran!" Kanaya mengacungkan dua jari tangan kanannya membentuk
huruf "V" sebagai tanda bahwa ia tidak berbohong.
"Tapi sejak waktu itu,
gue jadi benci banget sama mereka. Apalagi waktu gue lihat kebiasaan -
kebiasaan mereka yang nyebelin. Tapi untungnya, mereka sama sekali kagak
nyadar kalau gue ini sebenernya bukan Kinara. Udah deh, pokoknya sejak
saat itu gue jadi benci banget sama mereka. Dan entah kenapa, lo sama
Rafael jadi ikut - ikutan benci," jelasnya.
Zafan masih tertawa
kecil, "Agak aneh, sih. Tapi menurut gue masuk akal. Well, kalau soal
gue sama Rafael nggak suka sama mereka, kayaknya itu udah jadi rahasia
umum, ya? Nggak cuma kita bertiga aja kan yang nggak suka sama mereka."
Kanaya mengangguk,
"Memang musuh mereka banyak. Tapi menurut gue, lebih banyak orang yang
suka mereka dibanding yang benci. Nggak mungkin kan mereka populer kalau
nggak ada yang suka?"
"Bener juga," Zafran mengangguk - angguk setuju, "Tapi menurut gue itu percuma aja kalau kelakuan mereka ka-"
Praaaang....!
Kanaya dan Zafran
langsung saja bangkit dari kursi, saling berpandangan satu sama lain,
mengisyaratkan bahaya. Keduanya mengangguk, dan segera berlari keluar
dari kelas mereka. Mereka tidak bodoh, dan mereka jelas mengetahui bahwa
suara tersebut adalah tanda bahaya.
Comments
Post a Comment