Skip to main content

Psychopath [Chapter Three]

"Belum pulang, Naya?" Zafran yang baru kembali ke kelas setelah rapat osis mengernyitkan keningnya heran. Pasalnya, sahabatnya yang satu ini masih berada di kelas, tengah asyik menulis di jurnalnya.
Kanaya mengetuk - ngetukkan pensilnya ke meja, "Pertanyaan gak penting. Kalo gue udah pulang, terus ngapaian gue disini? Jelas gue belum pulang, lah!"
Zafran tertawa kecil. Mulai lagi. Ini bukan pertama kalinya Kanaya lebih memilih berdiam diri di sekolah ketimbang di rumah. Ia sering kali kesal dengan perilaku kedua orang tuanya yang lebih memperhatikan Kinara dibanding dirinya.
"Kenapa? Tengkar lagi sama Kinara?" Zafran melangkah mendekati Kanaya.
Serta merta pensil di tangannya melayang ke bahu kiri Zafran, "Sembarangan!"
"Aduh," ringisnya. Tenaga sahabatnya yang satu ini memang sebelas dua belas dengan kuli bangunan, "Terus kenapa? Sarap lo! Gue nanya baik baik malah lo pukul!"
"Ya lo sih pake nuduh yang aneh - aneh segala! Kan jadi sebel gue!" balasnya sengit.
Zafran menghela napas lelah, "Oke, oke! Lo disini ngapain?" tanyanya perlahan. Mungkin Kanaya sedang kedatangan tamu bulanannya, sehingga sifatnya menjadi pemarah dan tidak sabaran seperti ini.
"Nungguin Kinara! Dari tadi belum kelar - kelar," balasnya singkat, tanpa menoleh ke arah Zafran. Oke, Zafran salah. Koreksi, kapanpun dan dimanapun, Kanaya selalu pemarah dan tidak sabaran.
"Ngapain lo pakai tunggu - tunggu dia segala? Emangnya dia anak kecil?" ujar Zafran datar, namun tetap saja tak bisa menyembunyikan kesan sinis yang tertangkap dari nada suaranya barusan.
Kanaya melongokkan kepalanya ke arah Zafran, "Iya, iya. Gue ngerti dia itu mantan lo! Tapi jangan sensi gitu, dong! Mantan itu juga harus akur!"
Oke, oke, yang satu ini benar adanya. Zafran memang merupakan mantan kekasih Kinara. Mereka sempat berpacaran selama kurang lebih dua bulan. Namun, hubungan itu harus kandas karena Kinara lebih memilih Julian - teman sekelasnya.
Kinara dan Kanaya memang benar - benar berbeda. Tidak seperti pasangan anak kembar yang lain, sifat keduanya justru begitu bertolak belakang. Kinara lemah lembut, cantik, dan ramah kepada siapa saja.
Berbeda dengan Kanaya yang memiliki otak superior, Kinara justru cenderung biasa - biasa saja. Bahkan, ia pernah terseret ke peringkat lima besar dari bawah di kelasnya. Satu satunya hal yang bisa dibanggakan darinya hanyalah parasnya.
Walaupun mereka kembar identik, banyak orang yang berkata bahwa Kinara jauh lebih cantik dibanding Kanaya. Wajah mereka memang sama persis, namun karena Kanaya cenderung malas merawat diri, jadilah Kinara yang lebih bersinar daripada kembarannya.
Sejak kecil, mereka berdua tidak pernah terlihat akur. Selalu saja ada pertengkaran yang meletus di antara mereka berdua. Namun, seluruh dunia pun mengetahui bahwa mereka berdua saling menyayangi.
Zafran nyaris saja melayangkan tamparannya pada Kanaya jika saja perempuan itu tidak menyelanya, "Cowok sejati itu nggak pernah mukul cewek!"
"Urusan gue! Memangnya lo cewek gitu? Tingkah lo aja udah kayak preman!" balasnya tak kalah sengit.
"Sembarangan!" serunya, "Tadi lo bilang gue kuli, sekarang preman! Gak konsisten lo, ah!" rutuknya.
Zafran mengangkat kedua bahunya, mengalah. Berdebat dengan Kanaya memang tidak akan pernah selesai jika lawan bicaranya tidak mengalah terlebih dahulu. Pasrah, Zafran melangkah menuju bangku di depan Kanaya dan menghempaskan badannya disana.
"Omong - omong, ada anak baru ya di kelas Kinara?" Zafran bertanya dengan tatapan menerawang.
"Ho-oh. Namanya Luna. Dia masuk The Survivors juga kayaknya," urainya.
Zafran mengerutkan keningnya, "Hah? Apaan The Survivors?"
"Ah, itu lho! Geng-nya Kinara! Yang biasanya kita sebut cewek - cewek barbar itu. Geng yang isinya anak - anak famous di sekolah. Ada Angela, Kinara, Disty, Claire, Calya, sama ketambahan lagi si anak baru, Luna," sebutnya.
Zafran mengangguk - angguk paham, "Oh... baru ngerti gue kalo mereka ada namanya. By the way, namanya aneh banget?"
Baik Kanaya maupun Zafran sama - sama melepaskan tawanya. Mereka bertiga memang tak begitu suka dengan geng tersebut. Selama ini bahkan mereka selalu menyebutnya, "Geng cewek barbar."
"Ngawur lo! Gimana kalau salah satu dari mereka denger? Bisa bahaya nasib kita!" ujar Kanaya sok serius, namun tetap saja tak bisa menghapus jejak gurau di wajahnya.
"Lagian lo juga! Salah satu anggota geng itu kan kembaran lo sendiri! Aneh banget kan kalo lo bisa nggak suka?" Zafran justru bertanya balik.
"Lo inget waktu gue nyamar jadi Kinara waktu dia sakit nggak?" lagi - lagi, pertanyaan hanya dibalas dengan pertanyaan.
Zafran tertawa lebih keras. Tentu saja mereka bertiga tidak pernah melupakan hari itu! Saat Kinara diharuskan untuk dirawat di rumah sakit karena penyakit usus buntunya, Kanaya justru iseng - iseng menyamar menjadi Kinara.
Kanaya meniru penampilan Kinara, memakai peralatan sekolah Kinara, bergaul dengan teman teman Kinara, dan melakukan apapun yang membuatnya jadi kian mirip dengan saudara kembarnya tersebut. Bahkan, ia sengaja memakai hairclip dan soflens milik Kinara.
Namun sayangnya, penyamaran Kanaya berujung neraka. Memang, tidak ada yang menyadari penyamarannya. Namun, ia sendiri merasa tak nyaman berada dalam dunia yang diciptakan saudara kembarnya. Ternyata, dunia Kinara benar - benar bukan untuknya. Kanaya merasa kapok mencoba untuk menjadi Kinara lagi.
"Jelas inget lah! Siapa juga yang mau lupa tentang hal itu!" Zafran kembali menyambung tawanya.
"Nah, ini gue sekalian jawab pertanyaan lo barusan ya. Waktu gue nyamar jadi Kinara waktu itu, gue jadi tahu kebiasaan - kebiasaan mereka. Bener - bener gila pokoknya. Istilahnya sih, keterlaluan.
"Sebelum gue pura - pura jadi Kinara, sebenernya gue sama sekali nggak punya rasa benci ke mereka, beneran!" Kanaya mengacungkan dua jari tangan kanannya membentuk huruf "V" sebagai tanda bahwa ia tidak berbohong.
"Tapi sejak waktu itu, gue jadi benci banget sama mereka. Apalagi waktu gue lihat kebiasaan - kebiasaan mereka yang nyebelin. Tapi untungnya, mereka sama sekali kagak nyadar kalau gue ini sebenernya bukan Kinara. Udah deh, pokoknya sejak saat itu gue jadi benci banget sama mereka. Dan entah kenapa, lo sama Rafael jadi ikut - ikutan benci," jelasnya.
Zafan masih tertawa kecil, "Agak aneh, sih. Tapi menurut gue masuk akal. Well, kalau soal gue sama Rafael nggak suka sama mereka, kayaknya itu udah jadi rahasia umum, ya? Nggak cuma kita bertiga aja kan yang nggak suka sama mereka."
Kanaya mengangguk, "Memang musuh mereka banyak. Tapi menurut gue, lebih banyak orang yang suka mereka dibanding yang benci. Nggak mungkin kan mereka populer kalau nggak ada yang suka?"
"Bener juga," Zafran mengangguk - angguk setuju, "Tapi menurut gue itu percuma aja kalau kelakuan mereka ka-"
Praaaang....!
Kanaya dan Zafran langsung saja bangkit dari kursi, saling berpandangan satu sama lain, mengisyaratkan bahaya. Keduanya mengangguk, dan segera berlari keluar dari kelas mereka. Mereka tidak bodoh, dan mereka jelas mengetahui bahwa suara tersebut adalah tanda bahaya.


Comments

Promo Menarik Hari Ini

Popular posts from this blog

Resensi Novel Matahari

  Judul novel: Matahari Penulis: Tere Liye Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama Tahun terbit: 2016 Cover: Orkha Creative ISBN 978-602-03-3211-6 Tebal: 400 halaman Sinopsis: Novel ini menceritakan tentang perjalanan tiga orang remaja, yaitu Raib, Seli, dan Ali di Klan Bintang. Mereka berasal dari klan yang berbeda. Raib yang berasal dari Klan Bulan dapat menghilang. Seli yang berasal dari Klan Matahari mampu mengeluarkan petir dari tangannya. Sedangkan Ali yang berasal dari Klan Bumi adalah anak yang jenius dan memiliki rasa ingin tahu yang besar. Karena rasa ingin tahu itulah, ia mencoba mencari tahu tentang Klan Bintang yang keberadaannya tidak diketahui seorangpun. Dari hasil pencariannya, ia hanya menemukan informasi bahwa salah satu cara untuk pergi kesana adalah dengan menggunakan buku kehidupan milik Raib. Ali pun mengajak Raib dan Seli untuk pergi ke Klan Bintang. Namun, ide itu ditolak mentah mentah oleh mereka karena Raib telah berjanji untuk tidak men...

Resensi Novel Autumn in Paris

  Rangkuman Buku Nonfiksi : Autumn in Paris AUTUMN IN PARIS oleh Ilana Tan GM 401 07.028 © Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Kompas Gramedia Building, Blok I Lantai 5 Jl. Palmerah Barat 29 - 37, Jakarta 10270 Desain dan ilustrasi cover oleh yustisea.satyalim@gmail.com Diterbitkan pertama kali oleh Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, anggota IKAPI Jakarta, Juli 2007 Cetakan kesembilan belas : Maret 2012 Cetakan keduapuluh : Mei 2012 Cetakan keduapuluh satu : November 2012 Cetakan keduapuluh dua : Februari 2013 Cetakan keduapuluh tiga : Agustus 2013 Cetakan keduapuluh empat : November 2013 272 hlm; 20 cm ISBN: 978 - 979 - 22 - 3030 - 7 Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta ----------------------------------------------------------- Isi di luar tanggung jawab Percetakan Bab 1: Ruangan penyiar tersebut sudah sepi sejak satu jam yang lalu. Namun, Tara Dupont masih duduk bersandar di kursi dengan ekspresi sebal. Tara me...

Psychopath [Chapter Seven]

Awan kelabu berarak satu sama lain. Gulita menggantung di atas langit, seakan enggan untuk beranjak dari sana. Tidak terlihat lagi siluet senja di sore hari nan menawan. Hujan rintik-rintik turun membasahi bumi, seakan menyampaikan bela sungkawa darinya. Suasana yang muram menyelimuti proses pemakaman Disty. Setelah menjalani proses autopsi dan segala macam, ia dimakamkan pada hari itu juga. Sesuai kesepakatan keluarga, ia dimakamkan di taman pemakaman umum. Memang, pada awalnya kedua orang tuanya berniat menguburkannya di makam keluarga. Namun, akhirnya mereka memutuskan untuk memakamkan Disty disana agar ia tidak merasa 'sendirian'. "Gue turut berduka cita ya, Nara," Rafael berbisik pada Kinara. Kinara tetap menunduk, menyembunyikan paras cantiknya yang kini dibanjiri air mata. Baru kali ini ia merasakan kehilangan seorang sahabat untuk selama-lamanya. Tidak pernah sekalipun terlintas di benaknya bahwa Disty akan meninggalkannya untuk selama-...